Widget edited by super-bee

Goresan Cah Melayu

Minggu, 03 Agustus 2014

MTs Nurul Insan Makin WOW!!!


Saat berayo Idul Fitri lalu, sempat mampir sejenak di rumah Pak Tasrip (Kamis, 31 Juli 2014), sekalian jumpa dengan Pak Rohman. Pak Tasrip adalah orangtuanya Pak Rohman, guru nyantri waktu sekolah tingkat pertama dulu.

Selain bertemu Pak Tasrip dan Pak Rohman, di situ juga bertemu dengan Pak Nasuha, adiknya Pak Rohman, yang juga sempat saya serap ilmunya waktu mondok di tempat yang sama.

Tempat mondoknya memang berdekatan dengan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Insan, Desa Lenggadai Hulu, Kec Rimba Melintang, Rokan Hilir, Riau. Jadi malamnya mondok, paginya lanjut sekolah.

Mondoknya di sebuah musala sederhana yang kala itu masih berdinding dan berlantai papan. Usai ngaji, lanjut tidur di musala itu juga, karena memang tak tersedia asrama untuk santri laki-laki.

Sementara bangunan sekolahnya juga sederhana yang terdiri tiga lokal. Kelas satu se-lokal, kelas dua se-lokal dan kelas tiga juga se-lokal, plus satu ruangan untuk majelis guru.

Komplek areal sekolah ini juga relatif sepi sehingga nyaman untuk proses belajar mengajar, karena memang jauh dari keramain dan berada dibibir hutan. Untuk menjangkaunya masih masuk ke dalam dan terpisah dari jalan lintas Bagansiapiapi.

Dulu, sekitar  rentang tahun 1993-1996, saban hari saya bersepeda untuk bisa sampai ke sini. Jaraknya sekitar setengah jam-an. Tapi walaupun relatif jauh, cukup menyenangkan, karena bersepedanya ramai-ramai dan terkadang, di antara kami saling kebut bak balapan tour de singkarak..hahaha

Pasca tamat dari sini, saya melanjutkan pendidikan menengah atas ke Pekanbaru sampai kuliah, dan hingga akhirnya menetap di sana. Sementara beberapa teman, ada juga yang memilih melanjutkan sekolah di MA Yahusda, yang gedungnya bertetangga dengan MTs Nurul Insan, yang kini dipimpin Pak Nasuha.

Terhitung sampai tahun 2014 ini, tak terasa, sudah 18 tahunan berlalu meninggalkan masa-masa 'bersepeda' dulu. Kalau dalam rentang waktu itu baru belakangan ini berkunjung kembali ke sekolah, maka akan pangling, karena sudah banyak perubahan yang mencolok.

Jalan menuju sekolah sudah semenisasi dari pangkal sampai ke ujung. Bahkan cukup untuk dilintasi kendaraan roda empat. Kiri kanan jalan menuju sekolah juga sudah dipadati rumah-rumah penduduk.

@jalan menuju sekolah sudah semenisasi

Musala yang dulunya tempat kami mondok, kini juga sudah berubah. Klu dulu bentuknya bak rumah panggung berlantai dan berdinding papan, sekarang sudah batu. Tempat wudhunya juga tak perlu lagi jauh-jauh ke sumur galian di belakang, tapi sudah lebih mudah seperti tempat berwudhu di masjid-masjid kebanyakan, yang langsung menyatu dengan gedung musola.

@musala sudah bagus

Guru-guru pengajarnya juga sudah banyak yang tidak saya kenal. Dari sepuluh orang guru yang fotonya terpampang besar di dinding sekolah, hanya dua orang yang saya kenal: Pak Slamet sang kepala sekolah dan Pak Misno sang guru Sejarah.

@hanya kenal dengan Pak Slamet (tengah) dan Pak Misno (kiri duduk)

Belum lagi melihat gedung sekolahnya yang kini sudah makin WOW!!!, yang terdiri dari tiga gedung besar dengan warna cat yang cukup mencolok. Alhasil lokal belajarnya sudah makin banyak. Didepan lokal-lokal kelas, tertanam berbagai aneka bunga, semakin memperindah sekolah.

@bagian gedung baru terlihat dari kejauhan

@emperan sekolah yang makin nyaman

Tapi menariknya, walaupun sudah ada penambahan gedung baru yang lebih representatif, masih tersisa beberapa bagian bangunan gedung lama dan dibiarkan keasliannya. Jadi kalau kita ke sini, sepertinya masih bisa merasakan suasana seperti dulu-dulu.

@bagian sisa gedung lama yang masih dipertahankan

@emperan di gedung lama yang tersisa

@dilihat dari depan sisa lokal lama dan sedikit polesan

Dulu, waktu masih jadul-jadulnya berkopiah hitam, baju lengan panjang dan bercelana panjang: begitu lonceng istirahat berbunyi, yang dikejar bukan kantin, tapi lapangan bola voli yang terdapat di sisi depan sekolah. Kami pun berlari saling cepat untuk bisa mendapatkan posisi di lapangan. Tak peduli panas terik, main voli di jam istirahat sepertinya menjadi pilihan utama.

Kemudian bagi teman yang tak kebagian posisi di lapangan, harus siap antri menunggu tim yang kalah. Tim yang kalah harus rela diganti habis, dengan tim 'cadangan' yang sudah sabar menanti di pinggir lapangan.

Celakanya, permainan di set kedua untung-untungan pula. Terkadang belum sampai game, lonceng sudah memaksa semua murid kembali masuk melanjutkan proses belajar-mengajar.

Sambil berkeringatan yang masih deras mencucur, kami pun kembali berlarian berbondong-bondong masuk ke lokal masing-masing. Tak ayal, bau 'parfum' saling campur menyengat hidung memenuhi seantero lokal.

Tapi mungkin karena sudah menjadi kebiasaan, sepertinya hirupan bau menyengat itu tidak menjadi masalah dan semua indung seolah-olah sudah kebal dengan bau-bau tersebut, hahaha. Udah sampai di situ dulu ceritanya. Semoga MTs Yanuri makin maju mencetak SDM-SDM berkualitas, amin. (*)

BACA JUGA:
- Amandel 99: Bukber Tahun Ini Lebih Heboh
- Hebohnya Buka Bersama Amandel 99
- STIE Purna Graha Pekanbaru Makin Kinclong
- Danau Buatan Masih Biasa-biasa Saja
- Indahnya Kota Klang dari Ketinggian Premiere Hotel

Comments
2 Comments

2 komentar:

TERIMA KASIH KOMENTARNYA, SEMOGA BERMANFAAT

Keliling Riau Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger