produk jurnalistiknya sudah terbit di tribun pekanbaru |
Sudah lama tidak menulis
di blog. Kali ini mau nulis lagi. Tapi tulisannya soal pengalaman saya saat
melakukan aktivitas jurnalistik untuk kepentingan media tempat saya bekerja,
Harian Tribun Pekanbaru.
Seorang teman menyodorkan data
tentang pengumuman lelang proyek yang dimenangkan oleh sebuah perusahaan yang namanya
tengah menjalani masa sanksi daftar hitam (blacklist).
Adalah lelang paket
pekerjaan Rehabilitasi Daerah Irigasi Sei Paku, Kabupaten Kampar 2013. Sumber
dananya dari Departemen Pekerjaan Umum (PU), yang dimenangkan PT Tunggal Jaya
Santika.
PT Tunggal Jaya Santika
menang dengan penawaran senilai Rp 11,832,114,000, tertanggal 4 Maret 2013
lalu, lewat surat penunjukkan IK.01.02/48/SPPBJ-IR.II/2013.
Perusahaan lain yang ikut
dalam penawaran ini masing-masing PT Dwi Mulia Agung Utama, PT Paluh Indah, PT
Usaha Kita Abadi, PT Lamsaruly Artha Kencana, PT Fatimah Indah Utama, PT
Minarta Duta Hutama, PT Riau Rancang Bangun dan PT Morasait Elibu Jaya.
Masalahnya adalah,
ternyata PT Tunggal Jaya Santika tengah dalam menerima sanksi DAFTAR HITAM dari
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk masa waktu 4 Januari 2013 hingga 3 Januari
2015.
Lho, kok bisa, perusahaan
yang tengah menerima sanksi daftar hitam, keluar sebagai pemenang. Pengumuman
pemenangnya 20 Februari 2013 dan penunjukkan pemenang 4 Maret 2013. Sementara
daftar hitamnya sudah berlaku sejak 4 Januari 2013.
Idealnya PT Tunggal Jaya
Santika tentu tak boleh dimenangkan. Hal ini mengacu PERATURAN KEPALA LEMBAGA
KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR: 7 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK
TEKNIS OPERASIONAL DAFTAR HITAM, yang menegaskan;
Daftar Hitam adalah daftar
yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa dan/atau Penerbit Jaminan yang
dikenakan sanksi oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berupa larangan
ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa diseluruh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi lainnya.
Berdasarkan data dan fakta
itu, saya pun mulai melakukan aktivitas jurnalistik, dengan menghubungi
pihak-pihak terkait. Pertama yang saya jumpai adalah penitia lelang proyek
tersebut di kantor Satuan Kerja SNVT Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air
Sumatera III Provinsi Riau, Jl Cut Nyak Dien, Pekanbaru.
Saya bertemu dengan Bapak
Harlon Sofyan, bersama dua anggotanya Markandri dan Novi Irawan. Ketiganya
saling membantu dan menguatkan argumentasinya tentang proses lelang hingga
akhirnya memenangkan PT Tunggal Jaya Santika.
Intisari yang saya tangkap
dari penjelasan Pak Harlon cs, pihaknya mengaku hingga ditunjuknya pemenang
proyek pada 4 Maret 2013, mereka tak melihat PT Tunggal Jaya Santika tengah
menerima sanksi daftar hitam di portal LKPP.
PT Tunggal Jaya Santika
baru terlihat dalam daftar hitam pada Juni 2013. Atas kondisi itu pihaknya
tidak punya dasar menggugurkan PT Tunggal Jaya Santika.
Hal ini mengacu dari Perpres
No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa, yang di antaranya
menegaskan LKPP harus dimutahirkan setiap saat dan tidak berlaku surut terhadap
suatu proses.
Artinya, lebih dahulu
mereka mengumumkan pemenang, dari pada mengetahui penerbitan daftar hitam atas
nama perusahaan tersebut. Sehingga tidak berlaku surut atas sebuah proses yang
sudah mereka lakukan.
Kemudian pihaknya juga
tidak ada menerima sanggahan selama masa sanggah yang sudah diberikan dari 21
Februari-27 Februari 2013.
Dalam hati saya, oh gitu
ya: acuannya update di portal, bukan tanggal berlakunya masa sanksi yang sudah
diterbitkan oleh institusi negara.
Dulu teman saya ada yang
ditetapkan sebagai PNS, tapi SK-nya terlambat ia terima. Tapi kendati demikian,
gaji yang ia terima sebagai PNS, tetap berdasarkan tanggal penetapan sebagai
PNS, bukan berdasarkan kapan SK ia terima.
Kalau pemahamannya tidak berlaku
surut, tentu gaji sebagai PNS baru boleh ia terima, sejak SK sudah ditangan, tapi bukan berdasarkan tanggal penetapan.
Jadi menurut pemahaman saya,
penjelasan yang diberikan Harlon cs, sepertinya tidak logis. Kasarnya: jawaban
itu seperti dicari-cari atau mengada-ada dan tidak jawaban sesungguhnya.
Saya juga heran, penetapan daftar hitam sudah berlaku Januari, tapi mengapa LKPP baru update data Juni. Lama kali, sampai enam bulan ditahan oleh LKPP sejak penetapan. Apa benar gitu ya. Padahal aturannya harus update setiap saat. Asli deh, gue bingung. Bobrok kali lah nampaknya.
Kemudian dalam kesempatan
itu, Harlon juga menyampaikan keraguannya atas daftar hitam atas PT Tunggal
Jaya Santika. Sebab perusahaan yang mereka menangkan dengan perusahaan yang
muncul di LKPP itu, memiliki perbedaan NPWP.
“NPWP-nya berbeda. Jadi
mungkin saja, PT Tunggal Jaya Santika yang kita menangkan dengan yang muncul di
portal, perusahaannya berbeda,” ujar Harlon.
Waduh, saya makin binggung
lagi. Kok bisa pula ada satu nama perusahaan dengan dua NPWP. Ini jelas tidak
mungkin terjadi. Sebab proses pendirian perusahaan berproses ketat di
Depkumham. Jika ada nama yang sama, jelas akan ditolak.
Tapi sudahlah, itu
penjelasan mereka. Yang jelas saya sudah dapat penjelasan dari panitia proyek.
Ini artinya tugas jurnalistik saya sudah tercapai. Kemudian langkah berikutnya
mencari sumber lain sebagai penyeimbang.
Banyak pihak yang saya
hubungi. Semuanya tidak sependapat dengan penjelasan Harlon Cs, terutama soal
pemberlakuan sanksi daftar hitam. Menurut mereka, kalaupun daftar hitam itu
baru diketahui belakangan, maka Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) harus memutuskan
kontrak atas perusahaan tersebut.
Seperti diungkapkan Ketua Gabungan
Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo) Rokan Hilir, Remon SE.
“Daftar hitam itu berlaku
sesuai tanggal penetapan. Jika daftar hitamnya Januari 2013 sampai Januari
2015, maka dalam masa waktu itu, perusahaan dilarang mengikuti proyek-proyek
pemerintah,” ujar Remon.
Persoalan updatenya
terlambat di portal LKPP, itu persoalan teknis, tapi tidak menggugurkan masa
sanksi atas perusahaan itu. “Panitia harus batalkan pemenangnya. Sebab acuannya
masa sanksi tersebut, bukan update portal,” ujar Remon.
Terkait adanya dua NPWP
atas nama perusahaan yang sama. “Aduh, tidak mungkin ada perusahaan sama dengan
NPWP berbeda. Sebab proses pendirian PT itu sangat ketat dan tidak mungkin ada
perusahaan sama. Kondisi ini jelas sarat dengan permainan,” ujarnya.
Disebutkan juga, KPA (Kuasa
Pengguna Anggaran) berhak memutuskan kontrak, jika ditemukan unsur pelanggaran
terhadap proses pelelangan.
Tak cukup sampai disitu,
saya coba pula menghubungi Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK)
Provinsi Riau, Aswandi.
Pendapatnya: perusahaan
yang masuk dalam daftar hitam yang diterbitkan Portal LKPP, maka sanksi yang
diterima perusahaan tersebut berlaku nasional.
Jika
sanksinya dimulai Januari 2013 sampai Januari 2015, maka dalam massa itu
perusahaan bersangkutan tidak boleh ikut serta dalam proses pengadaan
barang/jasa pemerintah. “Acuannya tanggal yang ditetapkan,” ujar Aswandi.
Jadi jelas, ada perbedaan
pendapat atas persoalan ini. Kemudian bagi saya, untuk sementara, tiga sumber
ini sudah cukup untuk sebuah sarat liputan jurnalistik. Mana yang benar
pendapatnya, kita serahkan kepada publik. Syukur-syukur, ada pihak yang
berkompeten langsung meresponya.
Terlepas dari itu, saya
juga akan terus memflow-upnya, dengan sumber-sumber lain yang lebih kredibel. (*)