Widget edited by super-bee

Goresan Cah Melayu

Minggu, 13 Januari 2013

Setetes Air Bersih di Ladang Minyak Riau

Air pegunungan mengalir deras. Air serupa tak bisa ditemukan di Riau (lombok.panduanwisata.com)
Illustrasi air besih yang sulit didapat di Riau
BICARA soal Riau, langsung terbayang dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)-nya berupa minyak bumi. Daerah ini memang terkenal sebagai penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia dan memiliki kualitas dunia.

Kemudian di atasnya terhampar luas kebun sawit yang hampir merata di perkebunan Riau.

Untuk minyak bumi, dari 13 kabupaten kota di Riau, lebih separuh daerahnya memiliki ladang minyak, di antaranya Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Siak, Rokan Hulu dan Kota Dumai. Bahkan minyak dari Riau, di sebut-sebut termasuk penyumbang devisa terbesar negara.

Tapi tahukah Anda, bahwa di daerah ini sulit untuk bisa mendapatkan air bersih, termasuk di Ibukota Provinsi, Pekanbaru. Sebab di daerah ini tidak memiliki pengunungan yang bisa menghasilkan sumber air bersih dan sehat. Tapi bukan berarti tidak ada air bersih, ada kok, tapi tidak proporsional.

Kalau bahasa sindirannya mungkin cocok seperti ini: SETETES AIR BERSIH DI LADANG MINYAK RIAU, sebagaimana judul artikel ini. Kalimat ini mengisaratkan betapa sulitnya mendapatkan air bersih di Riau dan terkesan lebih mudah mendapatkan minyak.

Berbeda dengan provinsi tetangga, Sumatera Barat (Sumbar). Di daerah ini air bersihnya yang bersumber dari daerah pengunungan cukup melimpah. Air-air yang mengalir ke sungai dalam keadaan bersih dan bening. 

Di Riau memang memiliki beberapa aliran sungai, seperti Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Indragiri dan Sungai Rokan. Tapi air yang dihasilkan tidak bening dan sepertinya tidak layak untuk konsumsi warga, karena memang kondisinya keruh dan payau. Bahkan belakangan sudah banyak yang tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga.

Ya, itulah Riau. Daerah penghasil minyak terbesar tanah air, tapi masyarakatnya sulit mendapatkan air bersih. Mungkin bisa dimaklumi, sebagian besar wilayahnya berlahan tipe tanah gambut.  Sehingga air yang dihasilkan, banyak berbentuk kecoklat-coklatan dan tidak bening.

Memang ada beberapa sumber air bersih di Riau, di antaranya air kran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sumur bor dan tadah hujan. Air dari PDAM terkadang selalu bermasalah dan tidak sedikit airnya juga bermasalah. Sebab sumber airnya juga tidak bersih, karena bahan baku diambil dari sungai, yang belakangan sudah banyak yang tercemar.

Seperti PDAM yang ada di Kota Pekanbaru yang bernama Tirta Siak. PDAM daerah ini sumber bahan baku airnya berasal dari Sungai Siak, yang kondisinya saat ini sudah memprihatinkan. Bahkan selalu ditemukan ikan tiba-tiba mati terapung. Kondisi ini mengisaratkan airnya sudah tidak sehat.

Air yang bersumber dari sumur bor juga tidak menjamin bersih. Tidak sedikit sumur bor warga yang airnya berminyak dan bau. Belum lagi biaya pembuatan yang cukup mahal. Apalagi di daerah-daerah berlahan tipe gambut seperti di Rokan Hilir. Satu sumur bor bisa menghabiskan dana puluhan juta rupiah dan tidak ada jaminan airnya bersih.

Terus bagaimana dengan air hujan. Di banyak daerah, seperti Siak, Dumai, Indragiri Hilir, Rokan Hilir dan beberapa daerah lainnya di Riau, air hujan termasuk sumber air bersih yang selalu di nanti-nanti kedatangannya.

Jika sudah hujan tiba, warga biasanya menampung dalam tangki ukuran besar. Air tersebut bisa memenuhi kebutuhan warga jika musin kemarau tiba. Jika kemaraunya berkepanjangan, warga akhirnya tak punya pilihan dan terpaksa harus mengkonsumsi air sumur yang kondisinya cukup memprihatinkan.

Jangankan untuk konsumsi masuk ke perut, untuk mandi saja tidak nyaman. Apabila dipakai untuk keramas, maka rambut terasa lengket, karena memang sepertinya mengandung getah. Ini fakta yang dihadapi banyak masyarakat Riau yang tersebar di 13 kabupaten dan kota.

Maka tak heran, air galon yang bersumber dari produksi air minum isi ulang, laris manis di Riau. Bahkan keberadaannya menjamur. Kalau di Pekanbaru, hampir semua komplek perumahaan atau jalan-jalan padat penduduk, mudah menemukan produksi air minum isi ulang, yang bersumber dari air tanah atau air sumur bor.

Tapi air minum yang bersumber dari produksi Air Minum Isi Ulang, juga tidak ada jaminan air tersebut bersih dan sehat. Secara fisik bisa saja diakali berbentuk bening, tapi zat yang terkandung didalamnya bisa saja sangat membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.

Mengatasi solusi ini, tentu tidak boleh lepas dari peranan pemerintah. Pemerintah harus segera mencari solusi kongkrit agar masyarakat Riau bisa mendapatkan air bersih dan sehat.

Badan dunia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam program Millennium Development Goals (MDGs), sudah mendeklrasikan Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota PBB di New York.

Semua negara yang hadir dalam pertemuan itu sudah berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional, termasuk di dalamnya Kelestarian Lingkungan Hidup yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tenggat waktu hingga tahun 2015 mendatang.

Kelestarian Lingkungan Hidup itu, menyangkut di dalamnya dengan sumber air minum yang terlindungi. Air minum terlindung tersebut adalah air leding, keran umum, air hujan atau mata air dan sumur tertutup yang jaraknya lebih dari 10 meter dari pembuangan kotoran dan pembuangan sampah.

Sumber air terlindung ini tidak termasuk air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung. Jika mengacu dari komitmen bersama ini, Pemerintah Provinsi Riau harus bekerja keras, guna bisa menghasilkan sumber air minum.

Sebab sampai sekarang, kebanyakan warga di Riau sulit untuk bisa merdeka dari air bersih. Terutama masyarakat yang tinggal di daerah perkampungan. Semoga pemerintah punya solusi untuk mengatasinya, sesuai dengan komitmen bersama dalam program MDGs. (*)
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH KOMENTARNYA, SEMOGA BERMANFAAT

Keliling Riau Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger