Widget edited by super-bee

Goresan Cah Melayu

Rabu, 06 Februari 2013

Cendol Bakar dan Bukit Malawati yang Mengesankan



MEMASUKI hari keempat, Senin (28/1/13) rangkaian jalan-jalan 20 blogger 'My Selangor Story 2013' masih seru dan menyenangkan. Hari ini kami akan bertolak ke Kuala Selangor, yang terkenal dengan wisata alamnya.

Usai mengikuti senam Yoga dan bersepeda ria di areal Resort The Golden Palm Tree, Padang Lalang, Sepang, sekitar pukul 11.00, kami sudah diminta untuk segera kemas-kemas. Sebab pukul 1.30 sudah harus chek-out.

Tujuan wisata yang akan kami singgahi kali ini bernama Bukit Malawati dan Kelip-kelip Kampung Kuantan, yang terdapat di Kuala Selangor.

Wah, dalam hati saya langsung berguman. Ini pasti seru. Sebab bocoran cerita dari Bang Safri, pemandu kami, bakal banyak monyet jinak. Kemudian ada juga kelip-kelip yang menyerupai lampu kelap-kelip di pohon natal. Saya pun bergegas berkemas bersama rekan yang lain.

Tepat pukul 1.30 lebih, bus yang setia menemani kami selama di Malaysia, mulai bertolak meninggalkan Resort The Golden Palm Tree. Seperti biasanya, Bang Safri, kembali cuap-cuap menjelaskan banyak cerita tentang Selangor, terutama soal Kuala Selangor yang akan kami kunjungi ini.

Di pertengahan jalan, tepatnya saat melintas di Bukit Rotan, lewat pengeras suara, Bang Safri memberi maklumat, bahwa seluruh penumpang di minta turun. Sebab akan menikmati cendol bakar. Jika kita menempuh perjalanan Kuala Lumpur-Kuala Selangor, pasti melintasi daerah ini.
Gerai Cendol Bakar dari depan
Nama 'Cendol Bakar' menurut saya cukup unik, dan saya belum pernah dengar nama serupa di Indonesia. Saya sempat juga penasaran, apakah Cendol Bakar ini proses pembuatannya sama seperti membuat sate.

Owh, ternyata beda dengan sate. Kalau sate, kita bisa melihat langsung bagaimana api memanggang daging sate yang dibantu pengipas untuk menghidupkan bara api.

Sementara kalau cendol bakar, proses pembakaran hanya dilakukan saat gula merah sebagai bahan baku utamanya dibakar saat proses pencairan. Oh, itu sebabnya disebut cendol bakar. Terlepas dari itu, rasanya memang okey dan punya citra rasa khas.

Menariknya, yang singgah bukan hanya masyarakat tempatan, tapi bule-bule juga ada yang ikut menikmati. Bahkan untuk jalur antrean, juga tersedia Drive Thru, atau jalur antrean yang dikhususkan pengendara mobil.

Jadi bagi pelanggan yang datang dengan mobil dan ingin cendol bakarnya di bawa pulang, tak perlu harus turun dari mobil. Cukup mengikuti jalur Drive Thru. Dapat deh cendol bakarnya untuk bisa di bawa pulang.

Jalur Drive Thru

Pembelinya juga cukup padat. Saat kami tiba, sejumlah tempat duduk di bawah pondok beratapkan daun nipah itu penuh sesak. Setelah beberapa lama kami celingak celinguk, baru terlihat ada satu deretan meja yang memang sudah dipesan untuk peserta My Selangor Story 2013. Asyik.

Saya pun pesan cendol bakar durian. Tak butuh waktu lama, pesanan sudah datang bersama cendol bakar pesanan kawan-kawan yang lain. Terus bagaimana rasanya? Ya, rasa cendol plus durian, hehehe. Pastinya beda dengan cita rasa cendol kebanyakan di Indonesia.

Ini dia cendol bakar rasa durian
Usai cendolnya habis, kami pun mulai beranjak melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 3.30 sore waktu malaysia, kami sudah sampai di pintu gerbang wisata alam Bukit Malawati.

Pintu gerbang Bukit Malawati
Peta Bukit Malawati
Hanya saja, bus yang kami tumpangi hanya bisa mengantar sampai pintu gerbang. Kemudian untuk melanjutkan perjalanan ke areal bukit, kami harus menumpang kereta wisata yang disebutkan dengan 'Tram'. Bentuknya seperti 'kereta api'.

Tram
Di areal ini di antaranya terdapat musium sejarah Kuala Selangor, tapi sayang, kami tak sempat masuk ke musium. Sebab sudah tutup. Makam Kerajaan Sahala dan meriam-meriam tempo dulu juga bisa ditemukan di tempat ini.

Meriam di depan Musium Sejarah Daerah Kuala Selangor

Bagian depan Musium Sejarah Daerah Selangor
Konon sejarahnya, di bukit ini pula pusat kerajaan Selangor bermula sebelum akhirnya pindah ke wilayah Klang. Mulai dari Sultan pertama, Sultan Salahuddin Shah sampai sultan keempat, Sultan Sir Abdul Samad, dalam rentang waktu 1745 sampai 1896 memerintah dari bukit ini.

Benar kata Bang Safri, di bukit ini ada ratusan monyet jinak dan bisa diajak bercengkrama. Bahkan tidak sedikit ia naik ke pungung para pengunjung untuk bisa mendapatkan makanan kacang panjang, yang kami beli dari pedagang setempat.
Monyet-monyet tengah bercengkrama dengan pengunjung
Monyet-monyet berbaur dengan pengunjung
Monyet-monyet berbaur dengan pengunjung
Selama perjalanan mengitari perbukitan ini, kami juga menikmati berbagai pemandangan yang cukup indah dari lereng-lereng bukit yang asri dan sejuk. Sebab pepohonan yang ada masih sangat subur dan rindang.

Setelah puas melihat-lihat monyet yang jinak dan mengitari lereng-lereng bukit, kami pun harus meninggalkan areal wisata ini, guna bersiap melanjutkan perjalanan berikutnya. Tujuan selanjutnya adalah wisata kelip-kelip. Ikuti terussss!!! (*)

Next...

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH KOMENTARNYA, SEMOGA BERMANFAAT

Keliling Riau Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger