Widget edited by super-bee

Goresan Cah Melayu

Sabtu, 30 November 2013

STIE Purna Graha Pekanbaru Makin Kinclong

Tak terasa, delapan tahun sudah saya tak pernah menempuh kampus STIE Purna Graha, Jalan Amal Mulia, Pekanbaru. Tepatnya sejak diwisuda tahun 2005 silam. (Saat artikel ini ditulis, 30 November 2013).

Plang STIE PG
 Lumayan lama juga. Kalau ukuran bocah, umur delapan tahun itu sudah menginjak kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Selama itu pula saya tak pernah mampir. #sombong :)

Menariknya, selama delapan tahun itu, hampir saban hari saya melintasi pintu masuk Jalan Amal Mulia, yang terhubung dengan Jalan Tuanku Tambusai. Tapi tak pernah sekalipun mampir. #Ter..la..lu.

Memang sempat beberapa kali terniat mampir, di antaranya saat berlangsungnya pelantikan pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), acara berbuka puasa bersama dan beberapa moment lainnya, tapi selalu saja gagal. Hehehe, ntah apa melantaknya.

Sabtu, 30 November 2013, rekor delapan tahun itu akhirnya terpatahkan. Alhamdulillah, lewat rapat pembentukan pengurus Ikatan Alumni STIE Purna Graha Pekanbaru, niat mampir akhirnya tak lagi bisa terbendung.

Bang Dalkeren tengah membuka rapat pemilihan anggota IKA-STIE PG
Wah, fisik gedung kampus STIE Purna Graha Pekanbaru kini kinclong sekali dan jauh berbeda dengan masa-masa saya kuliah dulu (2001-2005). Warnanya ngejreng dan minimalis. Masuk ke dalam, dinding-dindingnya didominasi kaca. Bahkan beberapa bagian dinding terdapat kaca cermin dalam ukuran gede.
Kampus STIE PG terlihat kinclong dari depan gedung
Kursi-kursi receptionis STIE PG terlihat tertata rapi
Pintu utama dilihat dari dalam kampus
Semua ruangan yang terdapat di gedung dua lantai ini juga sudah full AC, termasuk juga ruangan aula dan kelas. Lantainya juga full keramik. Pokoknya mantap dan krenlah.
Ruang kelas dengan dinding kaca
Lorong tangga menuju lantai dua kampus STIE PG
Aula kampus STIE PG yang kini cukup nyaman full AC
Terbayang waktu masik aktif kuliah dulu: kalau hujannya deras kali, airnya merembes ke dinding ruang aula dan beberapa bagian atapnya ada yang bocor.

Kemudian belum ada fasilitas AC. Kalau ingin mendinginkan ruangan, sumbernya dari kipas angin baling-baling yang terletak di atas kepala. Kalau kipas anginnya kurang bagus, suaranya cukup mengganggu, rak ruk, rak ruk, rak ruk bunyi kipas angin tersebut.

Tapi itu cerita dulu, cerita delapan tahun lalu. Sekarang mah sudah ok sekali. Bahkan toiletnya lumayan bersih, jika dibandingkan dengan toilet tempo doloe saat saya masih aktif kuliah.

Bahkan status STIE PG kini sudah terakreditasi. Jurusannya ada dua; Manajemen dan Akuntansi. Patut berbanggalah menjadi bagian keluarga besar kampus ini.

"Baru tau dia kampus kita sudah bagus," celetuk Bang Dalkeren Rusli, Sekjen IKA-Alumni STIE PG yang baru saja ditunjuk, mendampingi Bang Abdul Hamid Shihite SE sebagai Ketua Umum. "Sudah lama pun,"  sela Bang Pangi Bulan SE MM, yang juga alumni STIE PG yang juga dosen di kampus tersebut.

Beberapa senior yang dulu aktif sebagai aktivis kampus, juga ikut hadir, seperti Bang Sadrianto yang terpilih sebagai Bendahara Umum IKA-STIE PG, Bang Johan, Bang Gustavif, Bang Yudi AR dan lainnya.

Bang Yudi dan Puji Rahayu serius amat... 

Bang Idris dan Bang Andi Malarangeng, eh sorri, Bang Gustavif maksudnya
Bang Sadrianto kedinginan AC, hehehe
Oh ya, di kampus ini juga sudah membuka program magister. Bahkan sudah banyak mahasiswa lulusannya. Jadi  bagi alumni yang ingin melanjutkan S2 bergelar MM, tak perlu repot-repot kuliah di kampus lain, cukup di STIE PG ini saja. #bantu promosi sikit, hehe.

Terus sebagai kenangan, sebelum bubaran, kami foto-foto dulu didepan kampus yang kini makin kinclong. Satu, dua, tiga...jepret!!!

jepret-jepret depan kampus
satu, dua, tiga...jeprettt!!!
Kedepan semoga kampus ini terus maju dan berkembang. Sehingga terus bisa berperan aktif melahirkan generasi berkualitas. Amin (*)

BACA BERITA LAINNYA:
1. Sidang Pak Rusli di PN Pekanbar
2. Meliuk-liuk Menuju Jembatan Pangean di Kuansing
3. Bakar Tongkang di Rohil
4. Stadion Utama Riau
5. Taman Marga Satwa Kasang Kulim  

Jumat, 29 November 2013

Sidang Pak Rusli di PN Pekanbaru

Sudah lama tak mampir di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Dulu waktu masih aktif di lapangan sebagai 'kuli tinta', hampir saban hari ke gedung berlambang timbangan ini. Oleh kantor tempat saya menulis, memang sempat ditugaskan meliput di sini beberapa bulan.

Kamis, 28 November 2013, saya pun mampir. Sekalian mau melihat persidangan mantan Gubernur Riau, HM Rusli Zainal, yang tersandung kasus dugaan korupsi kehutanan dan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII 2012 yang sempat berlangsung di Riau.

Kantor pengadilan berlantai dua ini gedungnya bersebelahan dengan Kantor Imigrasi Kelas I Pekanbaru, Jalan Teratai, No 85. Kalau dari kantor Gubernur Riau tidak jauh-jauh kali, tapi arus lalu lintas di jalur Teratai ini selalu macet, bahkan terkadang macetnya minta ampun.

sejumlah mobil berlalu lintas depan kantor PN Pekanbaru
Saya mampir sekitar pukul 10.00 WIB. Saya lihat persidangan sudah berlangsung dengan agenda mendengarkan saksi. Sementara pungunjung tidak pula ramai-ramai kali. Semuanya tertib.

Atau mungkin karena sidangnya sudah berkali-kali. Sehingga kurang mendapat perhatian masyarakat lagi. Bahkan terdakwa Pak Rusli Zainal juga tidak lagi menggunakan baju tahanan KPK. Kendati demikian, polisi berpakaian lengkap masih terlihat berjaga-jaga di sekitar gedung pengadilan.

suasana dalam ruang sidang saat berlangsungnya sidang Pak Rusli
polisi berjaga-jaga
 Tapi waktu awal-awal dulu, memang selalu padat pengunjung, bahkan sempat diwarnai aksi demo mahasiswa yang menuntut proses hukum benar-benar ditegakkan. Tapi belakangan tak ada demo-demo lagi, sepertinya sudah aman dan terkendali, hehehe.

Terkait tertibnya sidang, memang karena didukung fasilitas mumpuni. Kalau malas masuk ke dalam ruangan sidang, atau kursi di ruangan sidang sedang penuh sesak, kita tetap bisa menyimak jalannya sidang dari luar. Sebab tersedia layar kaca ukuran besar yang menayangkan berlangsungnya sidang secara live.

layar kaca ukuran besar di luar ruang sidang menayangkan jalannya sidang

pengunjung menyaksikan jalannya sidang lewat layar kaca
pengunjung mengintip dari kaca pintu masuk
Suara yang bersumber dari sound system juga terdengar sangat jelas yang diletakkan khusus di luar. Sehingga pengunjung yang diluar tetap bisa menyimak dengan serius jalannya sidang, tak ubahnya seperti tengah mendengarkan sidang di dalam.

Semua ucapan hakim, ucapan jaksa penuntut umum, pengacara dan para saksi atau terdakwa, suaranya bisa didengar dengan jelas. Kondisi ini juga sangat memudahkan kerja para wartawan. Kalau malas menulis, cukup letakkan saja tape recorder atau alat perekam lainnya didekat sound system, maka hasil suaranya akan terdengar jernih.

para wartawan memilih berdiri didekat sound system di luar ruang sidang
operator yang mengendalikan pusat IT pengadilan
Tapi karena ini kali pertama saya melihat sidang Pak Rusli, saya memilih duduk di kursi ruang sidang. Kalau berada di dalam, selain suasana sidang bisa kita rasakan, wajah Pak Rusli juga bisa kelihatan jelas. #kagen ceritanya ni, hehe.



Pak Rusli (paling kiri) serius mendengarkan keterangan saksi
Pak Rusli duduk bersebelahan dengan para pengacaranya
Dulu waktu beliau belum tersandung kasus dan masih ngantor sebagai Gubernur, saya memang sering jumpa, karena sempat juga mendapat tugas liputan di lingkungan Setdaprov Riau, yang sehari-hari mangkal di Kantor Gubernur. Sehingga sering wawancara langsung dengan Pak Rusli. Tapi itu cerita dulu, tapi wajib untuk dikenang..

Eh, tak sadar, hampir setengah jam juga saya duduk mendengarkan keterangan saksi. Kalau tak salah nama saksinya Anwir Yamadi dari orang RAPP dan Tengku Lukman Jafar, mantan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Saksi lainnya belum diperiksa yang totalnya hari itu berjumlah enam orang. Mereka tengah menunggu giliran dari ruang yang berbeda.

Tapi walaupun hampir 30 menit saya di dalam ruang sidang, apa yang disampaikan saksi saya kurang fokus mendengarnya, karena memang niat saya duduk di dalam, bukan ingin mendengarkan pokok materi perkara, tapi ingin melihat prosesnya sidang dengan terdakwa mantan orang nomor satu tanah Melayu ini.

Begitu mulai terasa jenu, saya pun keluar sambil menyapa rekan-rekan seprofesi yang tengah menjalankan tugas liputan. Saya lihat mereka tengah serius mendengarkan keterangan saksi dari sound system yang terletak di luar.

Karena tak mau mengganggu keseriusan mereka, saya pun memilih melihat-lihat lingkungan pengadilan yang dulu saban hari saya kunjungi. Sekarang saya lihat lingkungannya relatif bersih. Tempat tahanan para terdakwa sebelum menjalani sidang, juga terlihat rapi dan nyaman.

petugas tengah menutup pagar tahanan para terdakwa sebelum sidang
Di dalam komplek pengadilan ini, juga ada rumput-rumput hijau dan pepohonan yang sepertinya memang terawat dengan baik. Sebab terlihat cukup subur. Lumayanlah untuk menghilangkan kesan gersang.

taman di lingkungan PN Pekanbaru
Tepat pukul sekitar 12.30 WIB, Pak Rusli terlihat sudah keluar dari ruang sidang dan langsung menuju musola yang masih berada di lingkungan komplek pengadilan. Usai dari musola, ia rehat sejanak, tapi ruangannya terpisah dengan tahanan lainnya.

Karena semuanya sedang rehat, sejurus kemudian, saya pun mulai beranjak meninggalkan gedung PN Pekanbaru  guna melanjutkan aktivitas yang lain. Semoga Pak Rusli kuat menjalani proses hukum yang sedang dijalani. Amin. (*)

Baca Tulisan Lainnya:
1. Meliuk-liuk Menuju Jembatan Pangean di Kuansing
2. Masjid Agung An-Nur Provinsi Riau
3. Bakar Tongkang di Rohil
4. Stadion Utama Riau
5. Taman Marga Satwa Kasang Kulim  



Sabtu, 23 November 2013

Meliuk-liuk Menuju Jembatan Pangean di Kuansing

Tit..tit..mobil seorang teman, Toyota Rush sudah tiba didepan rumah, tepat pukul 08.30 WIB, Sabtu, 23 November 2013. Pagi ini kami akan berangkat ke Kabupaten Kuantan Sengingi (Kuansing).

Tujuannya adalah Desa Pulau Tongah, Kecamatan Pangean. Kami ingin melihat proyek jembatan sepanjang sekitar 300 meter yang melintasi Sungai Kuantan, yang menghubungkan Desa Pulau Tongah dengan Desa Padang Tanggung.

Teman saya ini, namanya AR Hamid. Menurutnya jembatan tersebut dibangun berkat perjuangan koleganya yang duduk di DPRD Provinsi Riau dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dapil Inhu-Kuansing yang menjabat periode 2009-2014.

Sepengetahuan AR Hamid, koleganya itu berhasil memperjuangkan dana pembangunan tersebut sekitar Rp 6,3 miliar lewat pos APBD Provinsi Riau 2013, dengan nama mata anggaran Pembangunan Jembatan Pangean. Kemudian ada pula bantuan sekitar Rp 3 miliar lebih yang bersumber dari APBN. Maka total-totalnya mencapai lebih kurang Rp 10 miliar.

Karena sudah memasuki massa akhir tahun, AR Hamid ingin melihat-lihat progres kerja proyek tersebut. Apakah jembatan yang dibantu koleganya itu sudah tuntas dikerjakan. Sebab keberadaan jembatan itu sangat dibutuhkan masyarakat setempat. Jembatan ini sesungguhnya sudah mulai digarap sejak 2012 lalu dengan anggaran yang berbeda lagi.

Kemudian saya diminta menemaninya, bersama dua teman lainnya. Maka jadilah kami berangkat berempat orang dari Pekanbaru menuju kabupaten yang dipimpin H Sukarmis tersebut.

Toyota Rush kami pun meluncur dengan kecepatan sedang dan kadang-kadang kencang juga, lari-lari 80-100. Perjalanan normal, 4 jam ditargetkan sudah sampai di Taluk Kuantan, Ibukota Kabupaten Kuansing. Dari Taluk, masih ada perjalanan sekitar 1 jam lagi baru sampai ke Desa Pulau Tongah, lokasi yang menjadi tujuan utama kami.

Eh, tau-taunya, target 4 jam meleset. Hampir dua jam perjalanan, saya minta mobilnya rehat sebentar. Perut saya mual-mual serasa dikocok-kocok. Tak pelak, saya pun: huekkkk..muntah deh. Dua kali saya huek-huek. Hehehe.

Jalan nasional lintas Barat menuju Taluk Kuntan ini sungguh berliuk-liuk. Baru keluar dan terlepas dari puluhan liukan dibelakang, sudah menunggu ratusan liukan didepan. Jalan ini sepertinya tengah menyisiri lereng-lereng bukit yang kiri kanan jalannya terhampar luas kebun sawit, dan terkadang ketemu juga kebun karet dan pepohanan kayu semak belukar.

salah satu ruas jalan dengan lintasan yang meliuk
Berhenti kita dulu. Pinta saya kepada teman yang menyetir mobil.

Kepala saya pusing kali. Rasa-rasanya mau pecah. Apa yang ada diperut, perasaan ingin muncrat keluar. Maka kami pun berhenti sebuah warung penjual nasi dan makanan-makanan ringan.

Saya memilih memesan teh hangat sekedar untuk menyegarkan badan kembali. Menurut tuan kedai itu, kami baru sampai di daerah kabun lada. "Tapi kebun ladanya (cabe) g ada," celetuk tuan kedai bernada seloro. Kami pun sama-sama ketawa seperti orang yang sudah kenal lama.

Saya lihat kiri kanan dan depan kedai tersebut, tak ada  tiang listrik. Sepertinya listrik PLN belum masuk. "Listriknya dari genset," ujar tuan kedai menjawab pertanyaan saya sambil tangannya seperti mengengkol mesin, mengisaratkan sumber mesin mereka dari genset, yang jika ingin dihidupkan mesti diengkol dulu dengan tangan.

Tak terasa hampir 30 menit kami rehat di warung kebun lada tersebut. Kemudian perjalanan kami lanjutkan kembali menembus liuk-liukan jalan menuju arah Taluk Kuantan.  Akhirnya tiba juga kami di kota tempat di helatnya event nasional pacu jalur tersebut.

Kotanya lumayan tertib dan bersih dengan kontur tanah berbukit-bukit. Dari kejauhan, terlihat stadion sepakbola termegah di kota itu dari ketinggian jalan. Gedung-gedung pemerintahnya juga menarik, seperti gedung Polres, DPRD, Kantor Bupati dan lainnya. Bahkan ada satu tugu di satu persimpangan jalan yang menurut saya cukup unik.

Dalam hati saya berguman, seperti benda langit yang baru jatuh ke bumi, hehehe...saya pun sempat-sempatkan mengabadikan tunggu ini membuktikan saya pernah melintas di tugu ini.

sebuah tugu di tengah kota Taluk Kuantan
Sesampai di Taluk Kuantan, kami singgah sejenak di sebuah tempat makan: Resto Indracola mengisi 'kampung tengah' dan solat zuhur, sambil menjemput seorang teman, yang akan menjadi penunjuk jalan menuju Desa Pulau Tongah, yang berjarak sekitar 1 jam lagi dari Taluk Kuantan.

makan di Resto Indracola di Taluk Kuantan 
Setelah semua beres, perjalanan kembali berlanjut. Pemandangannya lumayan menyejutkan mata, dengan hamparan persawahan masyarakat setempat di kiri kanan jalan.

Sambil ngobrol sana sini, termasuk juga membahas soal berita "SBY Dipakuk Rp 20 Juta di Sumbar", akhirnya kami sampai juga di lokasi yang menjadi tujuan utama: Jembatan Pangean, sebuah jembatan yang menghubungkan Desa Pulau Tongah dengan Desa Padang Tanggung. Eh, ternyata jembatannya belum siap.

onggokan tiang besi dekat pembangunan jembatan

Di lokasi itu, kami didampingi seorang tokoh masyarakat setempat yang biasa disapa dengan panggilan Bang Heri. Beliau sepertinya paham betul proses pembangunan jembatan tersebut, termasuk sejak masih proses penganggaran di dewan dulu. Bahkan lahan yang dihibahkan untuk membangun jembatan itu, masih ada hubungan keluarga dengannya.

Sesampai di lokasi jembatan, AR Hamid langsung jepret sana, jepret sini dari kamera saku yang sengaja di bawanya. Melihat dia jepret-jepret, saya pun ikut jepret-jepret, hehe, naluri jurnalis langsung muncul.

AR Hamid dan rekan berpose dengan latar Jembatan Pangean belum siap

kondisi proyek tanpa aktivitas
Sementara di lokasi proyek dengan nilai pagu sekitar Rp 10 miliar ini tak terlihat ada aktivitas lagi. Papan plang proyek juga tak ada. Yang terlihat hanya satu tiang pondasi di Desa Pulau Tongah dan satunya di desa seberang, Desa Padang Tanggung.
salah satu tiang jembatan di Desa Pulau Tongah
Kemudian di dalam sungai terlihat dua tiang penyangga. Menurut Bang Heri, mestinya masih ada dua tiang lagi yang harus dibangun pada pelaksanaan 2013 ini. Tiang itu posisinya di tengah sungai. Tapi Bang Heri mengaku tidak tau pasti, mengapa pekerjaan dua tiang itu tidak dilanjutkan, sementara tahun kerja 2013 sudah sangat mepet. Sebab sudah masuk November.

AR Hamid yang melihat kondisi ini terkaget-kaget. Dalam benaknya, tiang-tiang pancang yang akan menjadi penyanggah jembatan tersebut sudah tuntas dibangun. Sebab sudah akhir tahun. Tapi ternyata apa yang ia lihat di luar ekspektasinya.

"Ternyata belum siap, tapi pekerja kok tidak terlihat lagi," ujarnya setengah berbisik.

Padahal menurut perencanaan yang ia ketahui, pada anggaran 2014 dan 2015 mendatang, tahap pembangunannya sudah membuat landasan jalan. Kemudian pada 2016 ditargetkan sudah bisa dilintasi oleh masyarakat. Itu artinya tak perlu lagi masyarakat menggunakan perahur penyebarangan.
perahu penyeberangan tengah menunggu penumpang

seorang nelayan melintas tak jauh dari lokasi proyek jembatan
Tapi kalau tiang pancang tak tuntas dibangun, bagaimana landasan jalan bisa dikerjakan.

Raut wajahnya saya lihat kecewa. "Jauh-jauh kita dari Pekanbaru, dengan jalan yang meliuk-liuk menuju Jembatan Pangean ini, sepertinya tidak terbayar,"  kata AR Hamid.

Hmmm, saya hanya bisa menjadi pendengar setia sambil melihat-lihat tanggul-tanggul jembatan. Sekedar menghibur diri, hitung-hitung perjalanan ini sebagai mengisi waktu libur, minimal bisa melihat tugu unik dan mencicipi masakan orang Taluk. Walaupun jelang sampai ke jembatan ini liukan jalannya membuat saya huek-huek, hehehe. (*)

BACA TULISAN LAINNYA:
1. Masjid Agung An-Nur Provinsi Riau
2. Bakar Tongkang di Rohil
3. Stadion Utama Riau
4. Taman Marga Satwa Kasang Kulim  


Rabu, 14 Agustus 2013

Rumah Suluk Syeh Muhammad Thoha Terancam Hanyut di Sungai Rokan

Sudah menjadi perbincangan hangat, abrasi yang menghantam bibir pantai Sungai Rokan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, sudah sangat mengkhawatirkan. Rumah, sawah dan perkebunan warga ludes ditenggelamkan kuatnya arus sungai.

Sambil libur lebaran lalu (8 Agustus 2013), saya berkesempatan melihat langsung satu kawasan yang menjadi amukannya. Ia adalah komplek persulukan Madrasah Asyuhada Syeh Muhammad Thoha Babussalam Bangko, Desa Pematang Sikek, Rimba Melintang, Rokan Hilir, Riau.

Astagfirullah. Abrasinya sudah menyentuh pelantaran bangunan madrasah ini. Bahkan retakannya sudah menjalar sampai ke kolong bangunan.
sejumlah warga berdiri didepan madrasah suluk yang terancam hanyut
Retakan serupa juga menghampiri kediaman Kh Hamid bin Tuan Syeh Muhammad Thoha, pimpinan madrasah tersebut, yang gedungnya bersebalahan dengan rumah suluk itu. Praktis, gedung-gedung ini hanya tinggal menunggu waktu di bawa hanyut oleh derasnya aliran sungai terpanjang di Indonesia tersebut. Sederet dengan bangunan ini, juga terdapat sejumlah rumah warga setempat.

sejumlah warga berdiri didepan rumah Atuk Hamid yang gedungnya terancam di makan abrasi
Suluk adalah sebuah kegiatan religi mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang berlangsung di sebuah madrasah atau masyarakat setempat menyebutkannya Menosah. Mereka bermalam di sini hingga berhari-hari sambil bermunajat dihadapan sang khalid.

Kampung-kampung tua di wilayah Rokan Hilir, memang kebanyakan memiliki ciri khas rumah Suluk ini, mulai dari kampung Pujud, Sekapas, Rangau, Sintong, Sedinginan, Rimbo Melintang, Teluk Pulau dan seterusnya, yang dilintasi sungai Rokan.

Untuk Madrasah Suluk Asyuhada Syeh Muhammad Thoha Babussalam Bangko, sekarang masuk dalam wilayah Kepenghuluan Pematang Sikat, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Desa ini berada di jalur lintasan menuju Kota Bagansiapiapi. Jika kita ke Bagansiapiapi lewat jalur darat, maka bertemu dulu dengan desa ini. Sekitar 1-2 jam kemudian, baru sampai ke Ibukota Kabupaten Rokan Hilir tersebut.

Dulunya, puluhan tahun lalu, rumah suluk ini tercatat dalam wilayah administrasi Desa Teluk Pulau, Kecamatan Bangko, Kabupaten Bengkalis.

Kemudian Teluk Pulau dipecah menjadi dua: Teluk Pulau Hilir dan Teluk Pulau Hulu. Dalam perjalanan waktu, kecamatan juga ikut dipecah dan terbentuklah Kecamatan Rimba Melintang, pecahan dari Kecamatan Bangko, yang berpusat di Kota Bagansiapiapi. Sementara Kecamatan Rimba Melintang berpusat di Rimba Melintang, yang terletak di Jalan Lintas Bagansiapiapi.

Setelah itu, pada 1999 lalu, terjadi pemekaran kabupaten. Dan Kecamatan Rimba Melintang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Rokan Hilir, terpisah dari kabupaten induk Kabupaten Bengkalis. Kemudian Desa Teluk Pulau Hilir kembali dimekarkan menjadi dua desa: Desa Teluk Pulau Hilir dan Desa Pematang Sikat.

Maka masuklah Madrasah Suluk Asyuhada Syeh Muhammad Thoha Babussalam Bangko dalam wilayah administrasi Desa Pematang Sikat.

Suluk ini dirintis dan dipimpin oleh tuan guru Syeh Muhammad Thoha puluhan tahun silam. Begitu beliau wafat, dilanjutkan oleh anaknya Kh (Kholifah) Hamid yang hingga kini masih memimpin. Di tempat ini, saban tahun berlangsung kegiatan Suluk yang diikuti puluhan masyarakat dari berbagai daerah.

Suluk akbar juga pernah berlangsung di tempat ini, dengan melibatkan tuan guru dari Basilam, Sumatera Utara.

Pemuka-pemuka agama dengan gelar syeh dan kholifah juga sudah banyak lahir dari madrasah Suluk ini. Di komplek ini juga terdapat areal pemakaman warga setempat, termasuk makam almarhum Syeh Muhammad Thoha, orangtua Kh Hamid, yang kini melanjutkan kepemimpinannya.

Alhasil, kikisan erosi sungai Rokan yang mengakibatkan abrasi hebat itu turut mengancam keberadaan komplek pemakaman tersebut. Sebab  komplek pemakaman itu, persis berada di belakang madrasah Suluk.

Jika laju erosi ini tak lagi bisa terbendung, maka komplek yang menjadi pusat kegiatan religi masyarakat yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam ini, hanya tinggal sejarah.

Tak ada lagi kegiatan melantunkan asma-asma Allah. Tak ada lagi masyarakat yang saban tahun berduyun-duyun ke tempat ini mengantar sanak keluarganya untuk mengikuti suluk. Yang terlihat hanyalah derasnya air sungai Rokan yang keruh dan sesekali menjadi lintasan bono.

Dulu, waktu masih kanak-kanak, saya selalu bersepeda ke tempat Suluk ini. Sebab nenek dari emak dan bapak saya, aktif mengikuti kegiatan Suluk. Alhasil saya ikut mengantar dan menjemputnya.

Sementara pimpinan Suluknya, Kh Hamid masih ada alur keluarga. Sebab istrinya adalah adik dari Ayah Bapak saya. Dalam kesempatan lebaran kemarin, saya berkesempatan bersilaturahmi ke tempat Suluk ini dan berbincang-bincang dengan Kh Hamid, atau biasa saya menyapanya Atuk Hamid.

Atuk Hamid bersama jemaah yang ia pimpin di depan Madrasah Suluknya sebelum terjadi abrasi. Foto diambil 2009
Dalam bincang-bincang itu, ia sangat menyadari, komplek yang dirintis oleh orangtuanya ini terancam musnah seiring makin mengganasnya abrasi.

Abrasi serupa juga melanda masyarakat kampung tetangga lainnya, yang berdomisi di sepanjang aliran sungai Rokan. Bahkan tidak sedikit rumah, perkebunan dan sawah warga ludes di bawa arus sungai.

"Ada dua pilihan, tetap bertahan disini dengan menghambat lajunya abrasi, dengan cara membangun turap. Atau di relokasi ke tempat lain. Tapi dua pilihan ini belum ada keputusan: bertahan atau relokasi," ujar Atuk Hamid.

Kh Hamid atau biasa disapa dengan panggilan Kh Mudo ini juga mengaku sudah pernah berkomunikasi dengan pemerintah setempat, baik lewat legislatif maupun eksekutif, tapi hingga sekarang belum ada solusi. Sementara laju abrasi sudah pada batas amat mengkhawatirkan.

"Kalau anggota dewan sudah berulang kali datang ke sini. Begitu juga pemerintah kabupaten, bahkan sudah ada yang mengukur-ukur dan foto-foto, tapi tak jelas apa yang diukur dan di foto. Sebab sampai sekarang tak ada tindakan nyata, sementara keadaan sudah sangat mengkhawatirkan," katanya dengan suara bergetar.

Dulu, di antara bangunan Suluk ke bibir sungai, terdapat jalan umum, kolam sekaligus menjadi sumur umum untuk para jemaah suluk. Ada juga beberapa tanaman keras, seperti pohon mangga, kelapa dan lain-lain. Jaraknya tak kurang dari 100 meteran.

"Sekarang yang terlihat hanya hamparan air dan sesekali terkadang buaya timbul memperlihatkan wujudnya. Kalau mau keluar rumah, kami tak lagi berani keluar dari pintu utama depan dan memilih lewat pintu belakang. Sebab retakan abrasinya sudah sampai depan pintu," ujar Kh Mudo.

Ia tetap berharap ada solusi dari pemerintah, tapi ia pesimis mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. Sebab jauh hari sudah dibangun komunikasi, tapi hingga sampai pada kondisi amat mengkhawatirkan ini, belum ada solusi kongkrit.

"Sekarang kami bingung, mau mengadu kemana, sementara keadaannya, seperti yang kita lihat, sudah tidak ada lagi jarak antara bangunan dengan bibir sungai. Retakan abrasi sudah menyentuh bangunan," tambahnya.

Hal senada diungkapnya tokoh pemuda setempat, Aladin. Ia juga berharap ada solusi dari pemerintah, minimal untuk menghambat laju abrasi yang menerjang komplek Suluk tersebut.

"Untuk menghambat laju abrasi, mungkin bisa dibangun tanggul atau turap. Perkiraan kita, tanggul atau turap itu minimal bisa terbangun sepanjang seratus meter. Jika itu bisa terwujud, sudah sangat membantu sekali," ujar Aladin, yang juga anak kandung Kh Mudo.

Tapi solusi yang diharapkan itu, sampai sekarang belum ada pihak yang bisa membantu, termasuk pemerintah. "Kalau semua pihak akhirnya tutup mata dan telinga dengan keadaan ini, ya, kita hanya bisa melakukan sebatas kemampuan," ujarnya bernada pasrah. (*)

Baca juga:
1. Stadion Utama Riau
2. Taman Marga Satwa Kasang Kulim  
6. Mall SKA Pekanbaru
7. Hebohnya Buka Bersama Amandel 99

Minggu, 04 Agustus 2013

Hebohnya Buka Bersama Amandel 99

Wow...hebohnya pakai banget. Acara buka bersama dengan rekan-rekan Alumni MAN 2 Model (Amandel) Pekanbaru, angkatan 99 terbilang sukses, Sabtu, 3 Agustus 2013.

Bertempat di Arowana Hotel, Jl Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, semua kami ketawa lepas dan saling berbagi cerita. Guyonan-guyonan konyol yang memancing gelak tawa juga mengalir mengiringi suasana sore itu hingga malam.

Jumlah peserta memang tidak terlalu ramai. Hanya sekitar 21-an orang, dari total alumni 99 sekitar 400-an orang. Tapi dengan suasana yang kocak, seolah mampu mengantarkan memori kami seperti 14 tahun lalu, saat masih jadul-jadulnya berseragam sekolah.

Ada Adi Sahata Nst, Donni Hamdani, Ferawati, Lisa Afifah, Verawati, Zainina (Melan), Rizki Khairulsan, Teddy Mardiansyah, Zulhasri, Eka Kusuma, Mariani. Kemudian ada Arifah Kumala, Rido Rinaldo, T Ismed, Syafruddin, Debby Hermanto, Tengku Hafizah, Tengku Elfi Diana, Zulmiati (Mimi), Mirhalim, Jay Effendy Zarkasyi dan Sidik.

Satu...dua...tiga...JEPRET !!! Jadi deh

Amak-amak in the geng. Kecuali yang 'peace', masih ting-ting

Apak-apak in the geng, Kecuali T Ismed (kameja hitam depan) dan Doni Hamdani (belakang baju putih) masih bujang.
Bayangkan saat mereka ini semua masih berseragam sekolah dulu. Begitu bel istirahat berbunyi, semuanya bergegas keluar. Ada yang duduk di pagar sekolah sambil makan sate, minum es berbungkus plastik sambil ketawa cekikikan.

Atau ada juga, begitu bel berbunyi, karena lupa bawa duit jajan, hanya nongkrong di lokal doank atau sekedar main-main ke ruang sekretariat PMR, Pramuka atau ke pustaka.

Bayangkan juga raut wajah teman-teman ini, saat menerima pelajaran dari Buk Asmida. Semuanya pasti raut cemas. Pada khawatir di suruh maju kedepan mengisi soal Matematika. Sebab jika isiannya salah, pasti deh kena jewer. Jika tidak rambutnya di tarik sungsang, pusarnya akan dicubit. Aduh, lumayan sakit juga bok.

Tapi itu cerita dulu, cerita 14 tahun lalu. Kini semuanya sudah menjadi apak-apak dan amak-amak. Yang apak-apak perutnya sudah mulai buncit dan amak-amak sudah mulai melar, hehehe.

Eh, tapi masih ada yang single juga lho: Donni Hamdani, Mariani dan Tengku Ismed. Kita doakan mereka cepat jadi apak-apak dan amak-amak, seperti kita-kita semua. Amin.
Ini dia si bujang Doni Hamdani
Ya, tak terasa, memang sudah 14 tahun kita menjadi alumni MAN 2 Model Pekanbaru (2013-1999). Selama itu pula di antara kita yang hadir sore itu, ada yang tidak pernah bertemu dan berkomunikasi secara nyata. (kalau pun ada, mungkin hanya lewat jejaring sosial atau BBM).

Bayangkan, setelah 14 tahun tidak bertemu dan kemudian dipertemukan dalam sebuah acara non formal yang santai dan penuh keakraban, sudah terbayang bagaimana hebohnya. Cerita-cerita tempo doloe saat masih jadul-jadulnya kembali diungkit dan kemudian ketawa lepas bersama-sama.

Saling lepas rindu, cipika cipiki, berbagi cerita juga tak bisa terelakkan: kerja dimana sekarang, sudah berapa orang anak, tinggal dimana dan bla bla bla...pokoknya sangat berkesan sekali (rugi sekali bagi-bagi teman-teman lain yang belum berkesempatan bisa hadir).

Di antara teman-teman yang hadir, hanya Syafruddin yang hampir setiap hari saya bisa bertemu. Maklum, sehari-hari kami bekerja di perusahaan yang sama sebagai jurnalis di harian Tribun Pekanbaru.

Menariknya, sejak sekolah dulu, kami juga selalu se-lokal dan beliau memang termasuk teman karib. Kemana-mana selalu bersama. Tanpa di sengaja, keadaan itu masih bertahan sampai sekarang, sama-sama bekerja di perusahaan yang sama, hehehe.

"Kalau ada yang menyapa saya dengan panggilan Udin, pasti itu teman-teman alumni MAN 2," celoteh Syafruddin yang lebih akrab disapa Isaf oleh teman-teman se-kantornya atau mitra-mitra kerjanya, sambil terkekeh-kekeh ketawa.

Selain dari Syafruddin, bisa dikatakan hanya dalam hitungan jari saya pernah bertemu dengan teman-teman ini. Kendati di antara kami tetap sama-sama berdomisili dan bekerja di Pekanbaru. Memang bisa dipahami oleh faktor kesibukan masing-masing.

Terlepas dari itu, alhamdulillah, kini mereka sukses semua. Yang bekerja sebagai abdi negara di antaranya ada Lisa Afifa, Adi Sahata, Mirhalim, Melan, Eka Kusuma, Sidik dan lain-lain.
Lisa, Adi Sahata dan (ada penampakan di belakang..hehehe)

Arifah, Lisa, Vera dan Eka


Eka, Fera, Mariani dan Melan

Profesi lainnya yang membuat kami tak kalah bangga:  Teddy polisi, Jay Effendy Zarkasyi jaksa, Rido Rinaldo mubalig, Riski pengusaha, Tengku Ismet pegawai di bank ternama, Mimi dokter, Maryani seniman, Donni Hamdani akademisi dan lain-lain. Pokoknya lengkap dan sukses semua.

Sori teman-teman, tidak bisa saya list satu persatu.  Tapi dari semua kita yang hadir sore itu, kita bangga menjadi bagian dan pernah menimba ilmu di kampus MAN 2 Model, Jl Diponegoro, Pekanbaru.

Tepot alias Teddy dan Ane
Ane dan Debby
Di akhir acara, sebagai kenang-kenangan, kami foto bersama lewat kamera yang di bawa rekan kami yang kocak, Doni Hamdani. Satu, dua, tiga, jepret...!!! Kami pun kembali ketawa lepas, walaupun apa yang terjadi tidak lucu-lucu amat.

Dalam kesempatan tersebut, kami juga bersepakat mendaulat Rizki Khairulsan sebagai Ketua Amandel (Alumni MAN 2 Model) 99.  Kemudian sempat juga di bahas gagasan pembuatan korupsi, eh sori, koperasi maksud saya. Namun secara teknis akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
Mirhalim, Pak Jaksa Jay dan Ane


Ane dan Ustad Rido
Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 20.00-an lewat. Kamipun harus bubar guna melanjutkan aktivitas masing-masing, kendati di antara kami masih sangat berat ingin membubarkan diri, mungkin karena masih rindu dan belom rela membubarkan suasana langka dan penuh akrab ini.

Saya sendiri juga merasakan demikian. Tahun depan tidak tau apakah masih bisa bertemu lagi atau tidak untuk bisa ketawa bersama-sama seperti ini. Apakah masih diberi umur panjang atau tidak. Semua pikiran berkecamuk. Tak terasa, air matapun berlinang saat bersalam-salaman dengan rekan-rekan semua. Kendati tidak sampai tumpah.

Suasana seperti ini akan selalu kita rindukan. Semoga saja, tahun depan masih bisa menggelar buka puasa dan ketawa bersama-sama dengan cerita-cerita baru, tentunya dengan peserta yang lebih ramai. Amin. (*)
NB: Foto-foto koleksi Donni Hamdani..

next...
1. Stadion Utama Riau
2. Taman Marga Satwa Kasang Kulim  
6. Mall SKA Pekanbaru


Minggu, 30 Juni 2013

Perusahaan Blacklist Menang Tender di Riau

produk jurnalistiknya sudah terbit di tribun pekanbaru

Sudah lama tidak menulis di blog. Kali ini mau nulis lagi. Tapi tulisannya soal pengalaman saya saat melakukan aktivitas jurnalistik untuk kepentingan media tempat saya bekerja, Harian Tribun Pekanbaru.


Seorang teman menyodorkan data tentang pengumuman lelang proyek yang dimenangkan oleh sebuah perusahaan yang namanya tengah menjalani masa sanksi daftar hitam (blacklist).

Adalah lelang paket pekerjaan Rehabilitasi Daerah Irigasi Sei Paku, Kabupaten Kampar 2013. Sumber dananya dari Departemen Pekerjaan Umum (PU), yang dimenangkan PT Tunggal Jaya Santika.

PT Tunggal Jaya Santika menang dengan penawaran senilai Rp 11,832,114,000, tertanggal 4 Maret 2013 lalu, lewat surat penunjukkan IK.01.02/48/SPPBJ-IR.II/2013.

Perusahaan lain yang ikut dalam penawaran ini masing-masing PT Dwi Mulia Agung Utama, PT Paluh Indah, PT Usaha Kita Abadi, PT Lamsaruly Artha Kencana, PT Fatimah Indah Utama, PT Minarta Duta Hutama, PT Riau Rancang Bangun dan PT Morasait Elibu Jaya.

Masalahnya adalah, ternyata PT Tunggal Jaya Santika tengah dalam menerima sanksi DAFTAR HITAM dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk  masa waktu 4 Januari 2013 hingga 3 Januari 2015.

Lho, kok bisa, perusahaan yang tengah menerima sanksi daftar hitam, keluar sebagai pemenang. Pengumuman pemenangnya 20 Februari 2013 dan penunjukkan pemenang 4 Maret 2013. Sementara daftar hitamnya sudah berlaku sejak 4 Januari 2013.

Idealnya PT Tunggal Jaya Santika tentu tak boleh dimenangkan. Hal ini mengacu PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR: 7 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL DAFTAR HITAM, yang menegaskan;

Daftar Hitam adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa dan/atau Penerbit Jaminan yang dikenakan sanksi oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berupa larangan ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa diseluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi lainnya.

Berdasarkan data dan fakta itu, saya pun mulai melakukan aktivitas jurnalistik, dengan menghubungi pihak-pihak terkait. Pertama yang saya jumpai adalah penitia lelang proyek tersebut di kantor Satuan Kerja SNVT Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air Sumatera III Provinsi Riau, Jl Cut Nyak Dien, Pekanbaru.

Saya bertemu dengan Bapak Harlon Sofyan, bersama dua anggotanya Markandri dan Novi Irawan. Ketiganya saling membantu dan menguatkan argumentasinya tentang proses lelang hingga akhirnya memenangkan PT Tunggal Jaya Santika.

Intisari yang saya tangkap dari penjelasan Pak Harlon cs, pihaknya mengaku hingga ditunjuknya pemenang proyek pada 4 Maret 2013, mereka tak melihat PT Tunggal Jaya Santika tengah menerima sanksi daftar hitam di portal LKPP.

PT Tunggal Jaya Santika baru terlihat dalam daftar hitam pada Juni 2013. Atas kondisi itu pihaknya tidak punya dasar menggugurkan PT Tunggal Jaya Santika.

Hal ini mengacu dari Perpres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa, yang di antaranya menegaskan LKPP harus dimutahirkan setiap saat dan tidak berlaku surut terhadap suatu proses.

Artinya, lebih dahulu mereka mengumumkan pemenang, dari pada mengetahui penerbitan daftar hitam atas nama perusahaan tersebut. Sehingga tidak berlaku surut atas sebuah proses yang sudah mereka lakukan.

Kemudian pihaknya juga tidak ada menerima sanggahan selama masa sanggah yang sudah diberikan dari 21 Februari-27 Februari 2013.

Dalam hati saya, oh gitu ya: acuannya update di portal, bukan tanggal berlakunya masa sanksi yang sudah diterbitkan oleh institusi negara.  

Dulu teman saya ada yang ditetapkan sebagai PNS, tapi SK-nya terlambat ia terima. Tapi kendati demikian, gaji yang ia terima sebagai PNS, tetap berdasarkan tanggal penetapan sebagai PNS, bukan berdasarkan kapan SK ia terima.

Kalau pemahamannya tidak berlaku surut, tentu gaji sebagai PNS baru boleh ia terima, sejak SK sudah ditangan, tapi bukan berdasarkan tanggal penetapan.

Jadi menurut pemahaman saya, penjelasan yang diberikan Harlon cs, sepertinya tidak logis. Kasarnya: jawaban itu seperti dicari-cari atau mengada-ada dan tidak jawaban sesungguhnya.

Saya juga heran, penetapan daftar hitam sudah berlaku Januari, tapi mengapa LKPP baru update data Juni. Lama kali, sampai enam bulan ditahan oleh LKPP sejak penetapan. Apa benar gitu ya. Padahal aturannya harus update setiap saat. Asli deh, gue bingung. Bobrok kali lah nampaknya.

Kemudian dalam kesempatan itu, Harlon juga menyampaikan keraguannya atas daftar hitam atas PT Tunggal Jaya Santika. Sebab perusahaan yang mereka menangkan dengan perusahaan yang muncul di LKPP itu, memiliki perbedaan NPWP.

“NPWP-nya berbeda. Jadi mungkin saja, PT Tunggal Jaya Santika yang kita menangkan dengan yang muncul di portal, perusahaannya berbeda,” ujar Harlon.

Waduh, saya makin binggung lagi. Kok bisa pula ada satu nama perusahaan dengan dua NPWP. Ini jelas tidak mungkin terjadi. Sebab proses pendirian perusahaan berproses ketat di Depkumham. Jika ada nama yang sama, jelas akan ditolak.

Tapi sudahlah, itu penjelasan mereka. Yang jelas saya sudah dapat penjelasan dari panitia proyek. Ini artinya tugas jurnalistik saya sudah tercapai. Kemudian langkah berikutnya mencari sumber lain sebagai penyeimbang.

Banyak pihak yang saya hubungi. Semuanya tidak sependapat dengan penjelasan Harlon Cs, terutama soal pemberlakuan sanksi daftar hitam. Menurut mereka, kalaupun daftar hitam itu baru diketahui belakangan, maka Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) harus memutuskan kontrak atas perusahaan tersebut. 

Seperti diungkapkan Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo) Rokan Hilir, Remon SE.

“Daftar hitam itu berlaku sesuai tanggal penetapan. Jika daftar hitamnya Januari 2013 sampai Januari 2015, maka dalam masa waktu itu, perusahaan dilarang mengikuti proyek-proyek pemerintah,” ujar Remon.

Persoalan updatenya terlambat di portal LKPP, itu persoalan teknis, tapi tidak menggugurkan masa sanksi atas perusahaan itu. “Panitia harus batalkan pemenangnya. Sebab acuannya masa sanksi tersebut, bukan update portal,” ujar Remon.

Terkait adanya dua NPWP atas nama perusahaan yang sama. “Aduh, tidak mungkin ada perusahaan sama dengan NPWP berbeda. Sebab proses pendirian PT itu sangat ketat dan tidak mungkin ada perusahaan sama. Kondisi ini jelas sarat dengan permainan,” ujarnya.

Disebutkan juga, KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) berhak memutuskan kontrak, jika ditemukan unsur pelanggaran terhadap proses pelelangan.

Tak cukup sampai disitu, saya coba pula menghubungi Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Riau, Aswandi.

Pendapatnya: perusahaan yang masuk dalam daftar hitam yang diterbitkan Portal LKPP, maka sanksi yang diterima perusahaan tersebut berlaku nasional.

Jika sanksinya dimulai Januari 2013 sampai Januari 2015, maka dalam massa itu perusahaan bersangkutan tidak boleh ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. “Acuannya tanggal yang ditetapkan,” ujar Aswandi.  

Jadi jelas, ada perbedaan pendapat atas persoalan ini. Kemudian bagi saya, untuk sementara, tiga sumber ini sudah cukup untuk sebuah sarat liputan jurnalistik. Mana yang benar pendapatnya, kita serahkan kepada publik. Syukur-syukur, ada pihak yang berkompeten langsung meresponya.  

Terlepas dari itu, saya juga akan terus memflow-upnya, dengan sumber-sumber lain yang lebih kredibel. (*)
 
 

Keliling Riau Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger