Widget edited by super-bee

Goresan Cah Melayu

Selasa, 20 Mei 2014

Tradisi Silat Nikahan yang Makin Memudar

Dulu, waktu masih kanak-kanak, setiap ada acara nikahan, ada dua agenda yang paling saya tunggu-tunggu. Pertama malam inaian dan kedua, saat mengantar penganten laki-laki ke rumah mempelai perempuan. Sebab kedua moment ini ada silat-silatnya.

Saat inaian ada silat piring. Kemudian saat prosesi mengantar pengantin laki-laki, ada tarung silat yang cukup menarik di lapangan terbuka.  Setelah itu baru penganten laki-lakinya di persilahkan masuk.

Mereka yang ingin tampil juga antrean. Antara pesilat berebut ingin menampilkan kebolehannya di tengah kerumunan masyarakat. Seolah-olah acara seperti ini menjadi panggung resmi yang sangat dinanti bagi mereka yang jago silat.

Tapi sejak pindah ke Pekanbaru, tahun 1996 silam, tradisi seperti ini tak pernah lagi saya saksikan. Karena memang tidak pernah pulang kampung untuk sekedar menyaksikan acara resepsi nikahan. Paling kalau pulang, hanya lebaran saja.

Terus saat nikahan adik, Jumat dan Sabtu (16-17/5/2014) lalu, tradisi ini akhirnya saya saksikan kembali, setelah 18 tahun berlalu. Tepatnya di Desa Teluk Pulau Hilir, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Indonesia.

Saat menyaksikan malam inaian, saya melihat ada sesuatu yang beda dari tradisi yang dulu-dulu. Jika dulu yang tampil itu berasal dari masyarakat umum: siapa saja boleh tampil, tapi memang harus yang ahlinya.

Tapi sekarang sudah ada tim penari khusus yang sengaja diundang. Mereka semua perempuan. Bahkan sebelum sesi tari piring, diawali tari zapin oleh beberapa anak gadis berpakaian seragam yang memang sudah terlatih.
silat piring oleh remaja putri
silat piring oleh remaja putri

Tampilannya memang lebih tertib, beratur dan menarik yang diiringi musik rebana. Tapi sepertinya sudah tidak terbuka lagi untuk masyarakat umum yang ingin tampil silat piring. Apakah pergeseran konsep ini disebabkan makin minimnya orang-orang yang menguasai silat piring tersebut.


tari zapin oleh sekumpulan remaja putri
Mungkin ada benarnya. Terbukti saat sesi silat tarung di lapangan terbuka keesok harinya, saat prosesi pengantaran pengantin laki, sulit sekali mencari orang yang punya keahlian untuk tampil bersilat.

Bahkan terkesan hanya simbolis saja, untuk menjaga tradisi silat yang sudah berlangsung sejak nenek moyang dulu. Yang tampil juga terkesan asal-asalan, karena memang tidak memiliki kemampuan silat yang mumpuni. Sehingga moment ini sudah tidak terlalu menarik lagi untuk ditonton.

Jika dulu banyak 'pendekar' yang ingin menampilkan kebolehan silatnya, tapi sekarang mesti harus dicari-cari dan didorong-dorong. Orang yang tidak mengerti silat-pun, dipaksa untuk tampil hanya untuk memenuhi syarat tradisi silat.

dua pesilat tengah menampilkan kebolehannya

dua pesilat tengah menampilkan kebolehannya

Kalau keadaan seperti ini terus berlarut-larut, tanpa ada regenerasi, maka tradisi silat berpotensi musnah. Maka tradisi silat-silat ini bisa tinggal sejarah dan dianggap tidak penting lagi. Menjadi tugas kita bersama untuk memikirkannya. Langkah tepatnya, mungkin bisa saja setiap daerah kembali dihidupkan perguruan-perguruan silat.

Jenis-jenis silat yang pernah saya dengar di tengah masyarakat kita, terutama Melayu Rokan Hilir, ada namanya silat tiga bulan dan silat bungkar. Silat tradisional ini dibina secara swadaya oleh orang tua-tua kampung yang ahli.

pesilat tengah memperagakan kebolehannya dihadapan mempelai
Tapi sepertinya sekarang sudah sulit sekali mencari perguruan-perguruan seperti ini. Terlebih lagi anak-anak sekarang lebih suka menghabiskan waktunya main game, internetan dan lainnya yang lebih canggih.

Kalau ini dibiarkan, maka generasi silat kita bisa pupus, karena kita tak punya bibit yang bisa diharapkan untuk menurunkan kemampuannya kepada generasi berikutnya. Kalau sudah begini, maka tamatlah tradisi silat kita.

Kondisi serupa mungkin tidak hanya di Rokan Hilir. Di daerah lainnya juga mengalami hal yang sama. Semoga ini segera di sikapi, terutama para pemangku kepentingan agar tradisi ini tidak lenyap dimakan zaman. Semoga saja, amin. (*)


BACA TULISAN LAIN:
Meneladani Budaya Gotong Royong di Teluk Pulau Hilir
Dulu Asyiknya Ada Tempat Ngopi di Puswil Soeman HS
Goyang Oplosan Hebohkan Acara Reuni Akbar STIE Purna Graha Pekanbaru 
Berkunjung ke Alam Mayang
STIE Purna Graha Pekanbaru Makin Kinclong
Danau Buatan Masih Biasa-biasa Saja
Meliuk-liuk Menuju Jembatan Pangean di Kuansing
Bakar Tongkang di Rohil
Stadion Utama Riau
Taman Marga Satwa Kasang Kulim  


Comments
5 Comments

5 komentar:

TERIMA KASIH KOMENTARNYA, SEMOGA BERMANFAAT

Keliling Riau Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger